Rabu, 11 Oktober 2017

Happy 2nd Anniversary Day for Me and My Yang Yang Po : Mengenang Saat Suami Sakit



Huaaaa gak terasa udah 2 tahun aku nikah, padahal rasanya baru kemarin aku jadi pengantin baru. Jadi pengantin baru tuh ya, bawaannya jadi pengen senyuuuum terus sepanjang hari, serasa dunia hanya milik berdua, yang lain cuma figuran alias gak penting.haha.. Mencuci baju sambil tersenyum, nyapu lantai sambil tersenyum, bahkan masak pun sambil tersenyum. Pokoknya apapun pekerjaan yang dilakukan, mau seberat apapun dan semenyebalkan bagaimanapun pasti seneng kalau dikerjakan berdua. Sekarang mah, mau setrika baju aja harus mengumpulkan tekad dan mood agar setrikaan yang menumpuk bisa terjamah.


Yep, tepat tanggal 12 Oktober 2015 yang lalu, suamiku mengucap janji yang menggetarkan Arsy Allah di hadapan penghulu dan waliku. Butuh perjuangan yang panjang sampai akhirnya aku dan suamiku bisa bersanding di pelaminan. Banyak halangan yang membentang, salah satunya ya ortuku sendiri. Mereka awalnya menentang hubunganku dengan suamiku. Tapi sekarang setelah menikah, suamiku malah jadi menantu kesayangannya. Sehari gak ke rumah ortuku aja yang dicari malah suamiku, bukannya aku. Haha.. Allah memang Yang Maha Membolak balikkan hati manusia.

Ini saat akad nikah. Btw, maharnya bikin sendiri loh.
Setelah menikah pun banyak banget cobaannya. Dari mulai melonjaknya timbangan badan kita berdua, belum dikaruniai momongan, sampai dengan sakitnya suamiku selama 4 bulan. Nah, yang terakhir itu yang paling menguras jeding, eh air mata ding. Hehe..


Berawal dari sakit kepala yang tak kunjung sembuh, dan saat berobat ke Faskes 1 BPJS, dokternya bilang “ Oh, memang tanggal tua, makanya kepalanya pusing “. Nah lho ! Ngehina banget gak sih ? kesannya jadi seperti meremehkan penyakit pasien. Kadang suka sebal sih sama Dokternya Faskes 1 BPJS. Kebanyakan dari mereka yang pernah kutemui, tapi mungkin tidak semua sih, kesannya asal - asalan. Kita cerita tentang keluhan penyakit kita, tapi dia malah sibuk main hp, trus tiba – tiba nulis resep dan kemudian berteriak ke asistennya “ Selanjutnya mbak “. Nah, ini kan ngusir pasien secara halus. Apalagi kita tidak dijelaskan kita tuh sakit apa, dan kalaupun dia meriksa kita pake stetoskop, itupun cuma ditotol – totolin aja. Kadang aku suka mikir, apa dia bisa mendengar suara jantung dan pernafasan seseorang dengan notol – notolin stetoskop seperti itu? Bukannya harus ditempelin dan didengarkan selama beberapa detik ya? Yahaaahhh..entahlah, aku juga gak pernah sekolah kedokteran sih. Tapi tidak bisakah mereka lebih care dan lebih mendengarkan pasien? 

Okeh, cukup curhatnya tentang dokter faskes 1 BPJS yang bikin geregetan. Anyway, sudah 3 kali suamiku berobat ke Faskes 1 BPJS dan diagnosanya berubah – berubah. Diagnosa awal yaitu vertigo, kedua tekanan darah tinggi dan yang ketiga vertigo lagi. Aku pun merasa gemas dan membawa suamiku ke dokter spesialis syaraf karena aku mengira suamiku terkena vertigo berdasarkan diagnosa dokternya BPJS. Hasilnya, suamiku bukan terkena vertigo melainkan syaraf yang tegang dan diberilah obat penenang yang membuatnya tidur. Tapi hingga seminggu, suamiku tak kunjung sembuh. Haduh, aku pun bingung, sebenarnya suamiku sakit apa ?

Hari – hari pun berjalan dramatis, tapi kita selalu berdoa kepada Allah SWT. Dan akhirnya suamiku merasakan ada benjolan di kepalanya. Kita pun langsung memeriksakannya ke BPJS, padahal sebenarnya wes wegaaaah ke BPJS. Lagi – lagi, minta rujukan ke RS tuh susahnya minta ampun. Dan setelah 3 kali menjadi kelinci percobaan 3 dokter yang berbeda di Faskes 1 BPJS, akhirnya dokter ketiga memberikan surat rujukan ke dokter bedah RSUD Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Namun, perjalanan belum selesai sampai disitu. Yang namanya RSU tuh antriannya amppuuunn deh, kalau tidak ngambil nomer antrian jam 6 pagi, pasti gak bisa ke poli bedah. Harus riwa – riwi setidaknya seminggu untuk menyelesaikan proses pemeriksaan, dari periksa darah, anastesi, dan rontgen. Daaaan, yang paling bikin nyesek adalah saat dokter berkata bahwa operasi pembedahan dapat dilakukan pada tanggal 25 April 2017, tepat saat hari ulang tahun suamiku. Jadi aku harus menunggu selama 1,5 bulan lamanya. Fiuuuhh....

Menunggu selama 1,5 bulan bukanlah hal yang menyenangkan. Sampai akhirnya aku mendapat sms dari asisten dokternya dan diberitahu bahwa jadwal oprasi diundur sampai waktu yang tidak bisa dia tentukan karena dokternya sedang bepergian. Haah? Apa gak salah? Haduh, aku jadi semakin geregetan. Nah, bagaimana kalau pasien sakitnya kronis dan butuh dioperasi segera? Apa tidak keburu meninggal ? Akupun memohon pada asisten dokter tersebut dan menjelaskan kondisi suamiku. Diapun berbelas kasih dan berjanji akan mengusahakan agar suamiku bisa secepatnya dioprasi.


Dan pada tanggal 10 Mei 2017 aku pun dihubungi lagi oleh asisten dokter tersebut, memintaku segera opname ke RSUD supaya keesokan harinya bisa dilakukan oprasi pembedahan kepala. Rasanya senang bukan kepalang, akhirnya penyakit suamiku bisa segera diobati. Kami berdua berangkat ke RSUD dengan pede dan menenteng barang – barang bawaan sebagai bekal menginap di RS. Esoknya, suamiku dijemput oleh perawat dan diantar ke ruang operasi. Sedangkan aku dan mertuaku menunggunya di depan ruang oprasi dengan harap – harap cemas. 
Ini foto suamiku sesaat setelah keluar dari ruang oprasi



Alhamdulillah setelah oprasi, sakit kepala suamiku tak pernah kambuh, hanya merasakan nyeri di jahitan kepalanya dan sekarang suamiku sehat wal afiat. Kami bisa beraktifitas seperti semula dan bisa jalan - jalan lagi. Sakitnya suamiku kali ini benar - benar pengalaman yang berharga dan tak mungkin bisa kulupa. Akupun tak pantas mengeluh karena selama 2 tahun bersamanya, aku dan suamiku selalu merasa bahagia dan jaraaaaang sekali bertengkar. Sakit selama 4 bulan tidaklah sebanding dengan semua yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kami.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar