Huaaaa gak terasa udah 2 tahun aku nikah, padahal rasanya
baru kemarin aku jadi pengantin baru. Jadi pengantin baru tuh ya, bawaannya
jadi pengen senyuuuum terus sepanjang hari, serasa dunia hanya milik berdua,
yang lain cuma figuran alias gak penting.haha.. Mencuci baju sambil tersenyum,
nyapu lantai sambil tersenyum, bahkan masak pun sambil tersenyum. Pokoknya
apapun pekerjaan yang dilakukan, mau seberat apapun dan semenyebalkan
bagaimanapun pasti seneng kalau dikerjakan berdua. Sekarang mah, mau setrika baju
aja harus mengumpulkan tekad dan mood agar setrikaan yang menumpuk bisa
terjamah.
Yep, tepat tanggal 12 Oktober 2015 yang lalu, suamiku
mengucap janji yang menggetarkan Arsy Allah di hadapan penghulu dan waliku.
Butuh perjuangan yang panjang sampai akhirnya aku dan suamiku bisa bersanding
di pelaminan. Banyak halangan yang membentang, salah satunya ya ortuku sendiri.
Mereka awalnya menentang hubunganku dengan suamiku. Tapi sekarang setelah
menikah, suamiku malah jadi menantu kesayangannya. Sehari gak ke rumah ortuku
aja yang dicari malah suamiku, bukannya aku. Haha.. Allah memang Yang Maha
Membolak balikkan hati manusia.
Ini saat akad nikah. Btw, maharnya bikin sendiri loh. |
Setelah menikah pun banyak banget cobaannya. Dari mulai
melonjaknya timbangan badan kita berdua, belum dikaruniai momongan, sampai
dengan sakitnya suamiku selama 4 bulan. Nah, yang terakhir itu yang paling
menguras jeding, eh air mata ding. Hehe..
Berawal dari sakit kepala yang tak kunjung sembuh, dan saat berobat
ke Faskes 1 BPJS, dokternya bilang “ Oh, memang tanggal tua, makanya kepalanya
pusing “. Nah lho ! Ngehina banget gak sih ? kesannya jadi seperti meremehkan
penyakit pasien. Kadang suka sebal sih sama Dokternya Faskes 1 BPJS. Kebanyakan
dari mereka yang pernah kutemui, tapi mungkin tidak semua sih, kesannya asal - asalan. Kita cerita tentang keluhan penyakit kita, tapi dia malah sibuk main
hp, trus tiba – tiba nulis resep dan kemudian berteriak ke asistennya “
Selanjutnya mbak “. Nah, ini kan ngusir pasien secara halus. Apalagi kita tidak
dijelaskan kita tuh sakit apa, dan kalaupun dia meriksa kita pake stetoskop,
itupun cuma ditotol – totolin aja. Kadang aku suka mikir, apa dia bisa
mendengar suara jantung dan pernafasan seseorang dengan notol – notolin stetoskop
seperti itu? Bukannya harus ditempelin dan didengarkan selama beberapa detik
ya? Yahaaahhh..entahlah, aku juga gak pernah sekolah kedokteran sih. Tapi tidak
bisakah mereka lebih care dan lebih mendengarkan pasien?
Okeh, cukup curhatnya tentang dokter faskes 1 BPJS yang bikin
geregetan. Anyway, sudah 3 kali suamiku berobat ke Faskes 1 BPJS dan
diagnosanya berubah – berubah. Diagnosa awal yaitu vertigo, kedua tekanan darah
tinggi dan yang ketiga vertigo lagi. Aku pun merasa gemas dan membawa suamiku
ke dokter spesialis syaraf karena aku mengira suamiku terkena vertigo
berdasarkan diagnosa dokternya BPJS. Hasilnya, suamiku bukan terkena vertigo
melainkan syaraf yang tegang dan diberilah obat penenang yang membuatnya tidur.
Tapi hingga seminggu, suamiku tak kunjung sembuh. Haduh, aku pun bingung,
sebenarnya suamiku sakit apa ?
Hari – hari pun berjalan dramatis, tapi kita selalu berdoa kepada
Allah SWT. Dan akhirnya suamiku merasakan ada benjolan di kepalanya. Kita pun
langsung memeriksakannya ke BPJS, padahal sebenarnya wes wegaaaah ke BPJS. Lagi – lagi, minta rujukan ke RS tuh susahnya
minta ampun. Dan setelah 3 kali menjadi kelinci percobaan 3 dokter yang berbeda
di Faskes 1 BPJS, akhirnya dokter ketiga memberikan surat rujukan ke dokter
bedah RSUD Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Namun, perjalanan belum selesai
sampai disitu. Yang namanya RSU tuh antriannya amppuuunn deh, kalau tidak
ngambil nomer antrian jam 6 pagi, pasti gak bisa ke poli bedah. Harus riwa –
riwi setidaknya seminggu untuk menyelesaikan proses pemeriksaan, dari periksa
darah, anastesi, dan rontgen. Daaaan, yang paling bikin nyesek adalah saat
dokter berkata bahwa operasi pembedahan dapat dilakukan pada tanggal 25 April
2017, tepat saat hari ulang tahun suamiku. Jadi aku harus menunggu selama 1,5
bulan lamanya. Fiuuuhh....
Menunggu selama 1,5 bulan bukanlah hal yang menyenangkan.
Sampai akhirnya aku mendapat sms dari asisten dokternya dan diberitahu bahwa
jadwal oprasi diundur sampai waktu yang tidak bisa dia tentukan karena
dokternya sedang bepergian. Haah? Apa gak salah? Haduh, aku jadi semakin
geregetan. Nah, bagaimana kalau pasien sakitnya kronis dan butuh dioperasi
segera? Apa tidak keburu meninggal ? Akupun memohon pada asisten dokter
tersebut dan menjelaskan kondisi suamiku. Diapun berbelas kasih dan berjanji
akan mengusahakan agar suamiku bisa secepatnya dioprasi.
Dan pada tanggal 10 Mei 2017 aku pun dihubungi lagi oleh
asisten dokter tersebut, memintaku segera opname ke RSUD supaya keesokan
harinya bisa dilakukan oprasi pembedahan kepala. Rasanya senang bukan kepalang,
akhirnya penyakit suamiku bisa segera diobati. Kami berdua berangkat ke RSUD
dengan pede dan menenteng barang – barang bawaan sebagai bekal menginap di RS.
Esoknya, suamiku dijemput oleh perawat dan diantar ke ruang operasi. Sedangkan aku dan
mertuaku menunggunya di depan ruang oprasi dengan harap – harap cemas.
![]() | ||
Ini foto suamiku sesaat setelah keluar dari ruang oprasi |
Alhamdulillah setelah oprasi, sakit kepala suamiku tak pernah
kambuh, hanya merasakan nyeri di jahitan kepalanya dan sekarang suamiku sehat
wal afiat. Kami bisa beraktifitas seperti semula dan bisa jalan - jalan lagi. Sakitnya suamiku kali ini benar - benar pengalaman yang berharga dan tak mungkin bisa kulupa. Akupun tak pantas mengeluh karena selama 2 tahun bersamanya, aku dan suamiku selalu merasa bahagia dan jaraaaaang sekali bertengkar. Sakit selama 4 bulan tidaklah sebanding dengan semua yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar